BAB I
PENDAHULUAN
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Seiring dengan berjalannya waktu dan
perkembangan zaman, kebudayaan manusia mengalami perkembangan pula. Termasuk
perkembangan Hukum. Peradaban yang semakin berkembang membuat kehidupan manusia
sangat membutuhkan aturan yang dapat membatasi prilaku manusia sendiri yang
telah banyak menyimpang seiring dengan perkembangan pemikiran manusia yang
semakin maju.
Aturan atau hukum tersebut mengalami
perubahan dan terus mengalami perubahan yang disesuaikan dengan kemajuan zaman.
Untuk itu, suatu negara hukum sangat perlu mengadakan pembangunan terutama di
bidang hukum. Mengenai pembangunan hukum ini tidaklah mudah dilakukan. Hal ini
disebabkan pembangunan hukum tersebut tidak boleh bertentangan dengan tertib
hukum yang lain.
Demikin untuk mempermudah kita dalam
memahami hukum yang satu dengan hukum yang lainnya, maka patutlah kita
mempelajari Pengantar Ilmu Hukum segai pintu segalah hukum. Yang
terjadi pada masa lampau sampai sekarang dari segalah bidang Hukum itu sendiri.[1]
B. Rumusan
Masalah
Rumusan masalah dalam makalah ini antara lain adalah :
a.
Pengertian
Pengantar Ilmu Hukum
b.
Subjek
hokum ( Pelaku Hukum )
c.
Kedudukan
Pelaku Hukum
d.
Objek
Hukum
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian
Pengantar Illmu Hukum
Pengantar
Ilmu Hukum (PIH) kerap kali oleh dunia studi hukum dinamakan “Encyclopaedia
Hukum”, yaitu mata kuliah dasar yang merupakan pengantar (introduction atau
inleiding) dalam mempelajari ilmu hukum. Dapat pula dikatakan bahwa PIH
merupakan dasar untuk pelajaran lebih lanjut dalam studi hukum yang mempelajari
pengertian-pengertian dasar, gambaran dasar tentang sendi-sendi utama ilmu
hukum.
Salah satu
tujuan pembelajaran ilmu hukum adalah untuk memperoleh pengetahuan tenntang
segala hal dan semua konstelasi (seluk-beluk) dan keberadaan hukum dan segala
yang melingkupinya yang begitu luas. Ada perbedaan dan hubungan antara PIH
dengan Pengantar
Hukum Indonesia (PHI) adalah sebagai
berikut :
1.
Memiliki objek kajian yang berbeda.
2.
PIH adalah dasar bagi setiap orang yang akan
mempelajari hukum secara luas, sedangkan PHI berfungsi untuk mengantarkan
setiap orang yang akan mempelajari hukum yang sedang berlaku atau hukum positif
Indonesia.
Tapi
keduanya memiliki hubungan erat, hubungan erat itu dapat mengantarkan sesorang
yang akan mempelajari pada suatu kesimpulan, bahwa PIH menelaah hukum secara
luas dan komprehensif tetapi PHI secara khusus. Adapun hubungan antara PIH
dengan PHI dapat pada dua hal, sebagai berikut :
1.
Merupakan mata kuliah dasar.
2.
PIH merupakan
dasar pembelajaran PHI.
M.H.
Tirtaamidjata, S.H., bahwa hukum adalah semua aturan (norma) yang harus
dituruti dalam tingkah laku tindakan-tindakan dalam pergaulan hidup dengan
ancaman mesti mengganti kerugian jika melanggar aturan-aturan itu akan
membahayakan diri sendiri atau harta, umpamanya orang akan kehilangan
kemerdekaannya, didenda dan sebagainya.
Dr.
Soejono Dirdjosisworo, S.H. menyebutkan aneka arti hukum yang meliputi: (1)
hukum dalam arti ketentuan penguasa (undang-udang, keputusan hakim dan
sebagainya), (2) hukum dalam arti petugas-petugas-nya (penegak hukum), (3)
hukum dalam arti sikap tindak, (4) hukum dalam arti sistem kaidah, (5) hukum
dalam arti jalinan nilai (tujuan hukum), (6) hukum dalam arti tata hukum, (7)
hukum dalam arti ilmu hukum, (8) hukum dalam arti disiplin hukum.
B.
Subjek Hukum ( Pelaku Hukum )
Subyek Hukum ialah
segala sesuatu yang pada dasarnya memiliki hak dan kewajiban dalam lalu lintas
hukum. Yang termasuk dalam pengertian Subyek Hukum ialah manusia atau orang
(naturlijke person) dan badan hukum (recht person) misalnya PT, PN, Koperasi
dan yang lain. Dulu masih ada budak belian yang menurut hukum tidak lebih dari
suatu barang saja. Budaya kita sekarang sudah demikian majunya sehingga suatu
perikatan pekerjaan yang dapat dipaksakan tidak diperkenankan lagi di dalam
lalu lintas hukum.
Seseorang yang tidak
suka melakukan suatu pekerjaan yang ia harus lakukan menurut penjanjian, tidak
dapat secara langsung dipaksa untuk melakukan pekerjaan itu. Paling tidak ia
hanya dihukum untuk membayar kerugian dalam bentuk uang, ataupun harta
bendanya, dapat disita sebagai tanggungan atas kewajibannya. Karena hal ini
sudah merupakan suatu azas dalam Hukum Perdata.
Perihal kematian perdata
yang bunyinya : jo UUDS th 1950 pasal 15. Tiada suatu hukuman pun mengakibatkan
kematian perdata atau kehilangan segala hak-hak kewargaan.
Hanyalah mungkin seseorang terhukum dicabut
hak-haknya, contohnya kekuasaannya sebagai orang tua terhadap anak-anaknya,
kekuasaannya sebagai wali, haknya untuk bekerja pada angkatan bersenjata dan
sebagainya. Suatu hukuman yang mirip dengan kematian perdata ialah sandera
(Gijzeling) yaiitu penahanan yang dikenakan terhadap seorang debitur
(berhutang) yang lalai atau yang sengaja tidak mau memenuhi kewajibannya
membayar hutangnya atau terhadap seseorang yang diduga keras akan mengasingkan
barang-barang yang menjadi tanggungan / jaminan atas hutangnya.[2]
Mengenai sandera ini
Undang-Undang bersikap banci, yaitu ada peraturan Undang- Undang yang
membenarkan sandera seperti dapat kita lihat dalam pasal 209 ayat 1 RIB/I-HR
dan Undang-Undang no 49/1960 (PUPN boleh melakukan sandera terhadap orang yang
tidak mau membayar kembali hutangnya kepada negara). Sedangkan Undang-Undang
yang lainnya tidak membenarkan sandera seperti SEMA no 2/1964 (tentang
penghapusan sandera) dan Undang-Undang pokok kekuasaan kehakiman no 14 tahun
1970 (Hakim harus mengindahkan perikemanusiaan dan perikeadilan dalam
menjalankan keputusannya, pasal 33 ayat 4).
Juga orang yang
dinyatakan pailit oleh pengadilan, ia kehilangan hak untuk berbuat bebas atas
barang-barangnya yang diletakkan di bawah pengawasan pengadilan, barang- barang
mana menjadi tanggungan hutang-hutangnya. Seorang yang dinyatakan pailit
kehilangan hak untuk berbuat bebas atas harta kekayaannya. Ini berani ia tidak
dibenarkan untuk mengasingkan (menjual, menukarkan, menghibahkan atau
mewariskan harta kekayaannya).
Berlakunya seseorang
sebagai subyek hukum (pembawa hak) yaitu pada saat ia dilahirkan dan berakhir
pada saat orang tersebut meninggal. Bahkan bila perlu demi untuk kepentingannya
sebagai subyek hukum (pembawa hak) dapat dihitung Surut yaitu dimulai waktu
masih berada dalam kandungan, akan tetapi pada saat dilahirkan orang tersebut
dalam keadaan hidup. Hal ini tentunya akan merupakan tanda tanya, mengapa ini
penting untuk dibicarakan. Adapun kegunaarmya yaitu sehubungan dengan perihal
warisan yang terbuka ketika seseorang tersebut masih berada dalam kandungan
ibunya.
Perihal tiap-tiap orang
dapat memiliki hak-hak menurut hukum tanpa kecuali, hal ini adalah benar, namun
di dalam hukum tidak semua orang diperkenankan untuk bertindak sendiri
melaksanakan hak-haknya tersebut. Ada beberapa golongan yang oleh Undang-Undang
telah dinyatakan tidak cakap atau kurang cukup untuk melakukan sendiri
perbuatan perbuatan hukum itu. Mereka itu adalah :
1.
Orang-orang yang belum dewasa atau masih di bawah umur.
Oleh KUHP (BW) yang
dimaksud orang yang belum dewasa (masih di bawah Umur) ialah apabila seseorang
belum mencapai 21 tahun. Keeuali bagi seseorang yang walaupun belum berusia 21
tahun tapi telah kawin (menikah) maka ia dianggap dewasa dan dapat melakukan sendiri
perbuatan hukum itu. Hanya dengan catatan apabila sebelum berusia 21 tahun ia
bercerai, maka ia dianggap sebagai orang yang masih di bawah umur lagi.
Dan bagi wanita yang
telah menikah, menurut KUHP (BW) pada umumnya tidak diperkenankan bertindak sendiri
di dalam lalu lintas hukum, tetapi ia harus dibantu oleh suaminya.Dan oleh BW,
wanita bersuami ini dianggap kurang cakap untuk bertindak sendiri dalam hukum.
Di samping itu ada beberapa pasal dalam KUHP (BW) yang memperbedakan antara
kecakapan orang lelaki dan wanita.
a)
Wanita dapat kawin jika ia telah berusia 15 tahun dan pria 18 tahun.
b)
Wanita tidak diperbolehkan kawin sebelum lewat 300 hari setelah
perkawinannya diputuskan, sedang untuk pria tidak ada larangan.
c)
Seorang pria baru dapat mengakui anaknya bila ia telah berusia
paling minim 19 tahun sedang wanita tidak ada batasan usia.
2.
Orang-orang yung ditaruh di bawah pengawasan (Curatele) yang
selalu harus diwakili oleh orang tuanya, walinya, atau kuratornya.
Di atas telah disebutkan
bahwa disamping orang sebagai subyek hukum (pembawa hak), badan-badan hukum
juga dapat memiliki hak-hak dan dapat melakukan perbuatan-perbuatan hukum
seperti manusia. Karena badan-badan hukum dan perkumpulan-perkumpulan itu
mempunyai kekayaan sendiri. Dan ikut sertanya badan hukum dan perkumpulan itu
yaitu melalui perantara pengurusnya.
Berarti badan-badan
hukum dan perkumpulan itu dapat digugat dan menggugat dimuka hakim melalui
tersebut. Mengenai (tempat tinggal), setiap orang akan menurut hukum harus
mémilikinya sebagai tempat kedudukan tertentu.
Hal ini perlu, antara lain:
a)
Bila seseorang akan kawin (menikah), tempat tinggal (domisilinya)
jelas.
b)
Begitu juga bila seseorang dipanggil di pengadilan oleh suatu
urusan.
c)
Dan untuk menentukan pengadilan mana yang berkuasa mengadili
seseorang sesuai dengan ternpat tinggalnya. Misalnya si A bextempat tinggal di
Jakaxta Pusat, maka , yang berhak mengadili adalah Pengadilan Jakarta Pusat.[3]
C.
Kedudukan Subjek Hukum (Pelaku Hukum)
1.
Manusia (natuurlijke
persoon)
Manusia
sebagai subyek hukum berarti manusia adalah pembawa hak dan kewajiban sehingga
dapat melakukan sesuatu tindakan hukum; ia dapat mengadakan
persetujuan-persetujuan, menikah, membuat wasiat, dan sebagainya. Berlakunya
manusia sebagai pembawa hak, mulai dari saat ia dilahirkan dan berakhir pada
saat ia meningal dunia, malah seorang anak yang masih dalam kandungan ibunya
dapat dianggap sebagai pembawa hak (dianggap telah lahir) jika kepentingannya
memerlukan (untuk menjadi ahli waris).
Jadi
pada hakikatnya setiap manusia sejak ia lahir mempeoleh hak dan kewajiban.
Apabila ia meninggal dunia maka hak dan kewajibannya akan beralih kepada ahli
warisnya. Bahkan oleh hukum anak yang ada dalam kandungan seorang perempuanpun
sudah mempunyai hak, karena dianggap telah dilahirkan dengan catatan jika
kepentingannya menghendaki (hak waris). Hal diatur dalam pasal 2 ayat 1
KUHPerdata berbunyi “anak yg ada dalam kandungan seorang perempuan, dianggap
sebagai telah dilahirkan, bilaman juga kepentingan si anak menghendakinya”.
Pada ayat 2 berbunyi “mati sewaktu dilahirkan dianggap ia tak pernah ada”.
Ketentuan
ini menegaskan bahwa hak dan kewajiban si anak baru dianggap ada jika ia
dilahirkan hidup, apabila ia dilahirkan mati maka haknya dianggap tidak ada,
misalnya kepentingan si anak untuk menjadi ahli waris dari orang tuanya,
walaupun ia masih berada dalam kandungan ia dianggap telah dilahirkan dan oleh
karena itu harus diperhitungkan hak-haknya sebagai ahli waris. Tetapi jika ia
dilahirkan mati maka hak si anak dianggap tidak pernah ada.
2.
Badan
Hukum (Rechtspersoon)
Badan
hukum adalah bukan orang tapi merupakan badan-badan (kumpulan manusia) yang
oleh hukum diberi status “persoon” yang mempunyai hak
dan kewajiban seperti manusia. Badan hukum sebagai pembawa hak dan tidak
berjiwa dapat melakukan sebagai pembawa hak manusia, misalnya; dapat melakukan
persetujuan-persetujuan, memiliki kekayaan yang sama sekali terlepas dari
kekayaan anggota-anggotanya.
Badan hukum dapat
dibagi menjadi :
a.
Badan hukum publik yaitu badan hukum
yang didirikan oleh pemerintah/negara yang lapangan pekerjaannya adalah untuk
kepentingan umum, misalnya negara RI, daerah tingkat I, II/kotamadya, Bank-Bank
Negara dan sebagainya.
b.
Badan hukum privat, yaitu badan hukum
yang bentuk dan susunannya diatur oleh hukum privat dan menurut tujuannya yang
dikejar dapat dibeda-bedakan dalam :
1).
Perikatan dengan tujuan materiil (perkumpulan, mesjid, gereja)
2).
Perikatan dengan tujuan memperoleh laba (PT)
3).
Perikatan dengan tujuan memenuhi kebutuhan materil para anggotanya (Koperasi)
Disamping
penggolongan tersebut dapat pula dibagi-bagi badan hukum itu menjadi 2 jenis
yaitu :
a.
Korporasi ialah suatu gabungan orang
yang dalam pergaulan hukum bertindak bersama-sama sebagai satu subyek hukum
tersendiri (personifikasi), misalnya PT, Dati-Dati, Koperasi dan sebagainya.
b.
Yayasan ialah tiap kekayaan yang tidak
merupakan kekayaan orang atau kekayaan badan dan yang diberi tujuan tertentu,
misalnya Yayasan Badan Wakaf UII dan sebagainya.[4]
D.
Obyek Hukum
Objek hukum ialah segala sesuatu yang menjadi
sasaran pengaturan hukum dimana segala hak dan kewajiban serta kekuasan subjek
hukum berkaitan di dalamnya (biasa disebut dengan benda). Misalkan benda-benda
ekonomi, yaitu benda-benda yang untuk dapat diperoleh manusia memerlukan
“pengorbanan” dahulu sebelumnya.
Obyek
hukum menurut pasal 499 KUH Perdata, yakni benda. Benda adalah segala sesuatu
yang berguna bagi subyek hukum atau segala sesuatu yang menjadi pokok
permasalahan dan kepentingan bagi para subyek hukum atau segala sesuatu yang
dapat menjadi obyek hak milik.
1.
Jenis Obyek Hukum
Kemudian
berdasarkan pasal 503-504 KUH Perdata disebutkan bahwa benda dapat dibagi
menjadi 2, yakni benda yang bersifat kebendaan (Materiekegoderen), dan
benda yang bersifat tidak kebendaan (Immateriekegoderan).
a) Benda yang bersifat kebendaan (Materiekegoderen)
Benda yang
bersifat kebendaan (Materiekegoderen) adalah suatu benda yang sifatnya
dapat dilihat, diraba, dirasakan dengan panca indera, terdiri dari benda
berubah / berwujud, meliputi :
- Benda bergerak / tidak tetap, berupa benda yang dapat dihabiskan dan benda yang tidak dapat dihabiskan.
Dibedakan menjadi sebagai berikut :
Ø Benda bergerak karena sifatnya,
menurut pasal 509 KUH Perdata adalah benda yang dapat dipindahkan, misalnya
meja, kursi, dan yang dapat berpindah sendiri contohnya ternak.
Ø Benda bergerak karena ketentuan
undang-undang, menurut pasal 511 KUH Perdata adalah hak-hak atas benda
bergerak, misalnya hak memungut hasil (Uruchtgebruik) atas benda-benda
bergerak, hak pakai (Gebruik) atas benda bergerak, dan saham-saham
perseroan terbatas.
2. Benda tidak bergerak
Benda tidak bergerak dapat dibedakan
menjadi sebagai berikut :
Ø Benda tidak bergerak karena
sifatnya, yakni tanah dan segala sesuatu yang melekat diatasnya, misalnya
pohon, tumbuh-tumbuhan, area, dan patung.
Ø Benda tidak bergerak karena
tujuannya yakni mesin alat-alat yang dipakai dalam pabrik. Mesin senebar benda
bergerak, tetapi yang oleh pemakainya dihubungkan atau dikaitkan pada bergerak
yang merupakan benda pokok.
Ø Benda tidak bergerak karena
ketentuan undang-undang, ini berwujud hak-hak atas benda-benda yang tidak
bergerak misalnya hak memungut hasil atas benda yang tidak dapat bergerak, hak
pakai atas benda tidak bergerak dan hipotik.
Dengan
demikian, membedakan benda bergerak dan tidak bergerak ini penting, artinya
karena berhubungan dengan 4 hal yakni :
a.
Pemilikan
(Bezit). Pemilikan (Bezit) yakni dalam hal benda bergerak berlaku
azas yang tercantum dalam pasal 1977 KUH Perdata, yaitu berzitter dari
barang bergerak adalah pemilik (eigenaar) dari barang tersebut.
Sedangkan untuk barang tidak bergerak tidak demikian halnya.
b.
Penyerahan
(Levering). Penyerahan (Levering) yakni terhadap benda bergerak
dapat dilakukan penyerahan secara nyata (hand by hand) atau dari tangan
ke tangan, sedangkan untuk benda tidak bergerak dilakukan balik nama.
c.
Daluwarsa
(Verjaring). Daluwarsa (Verjaring) yakni untuk benda-benda
bergerak tidak mengenal daluwarsa, sebab bezit di sini sama dengan
pemilikan (eigendom) atas benda bergerak tersebut sedangkan untuk
benda-benda tidak bergerak mengenal adanya daluwarsa.
d.
Pembebanan
(Bezwaring) Pembebanan (Bezwaring) yakni tehadap benda bergerak
dilakukan pand (gadai, fidusia) sedangkan untuk benda tidak
bergerak dengan hipotik adalah hak tanggungan untuk tanah serta benda-benda
selain tanah digunakan fidusia.
b) Benda yang bersifat tidak kebendaan
(Immateriekegoderen)
Benda yang
bersifat tidak kebendaan (Immateriegoderen) adalah suatu benda yang
dirasakan oleh panca indera saja (tidak dapat dilihat) dan kemudian dapat
direalisasikan menjadi suatu kenyataan, contohnya merk perusahaan, paten, dan
ciptaan musik / lagu.[5]
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Pengantar
Ilmu Hukum (PIH) kerap kali oleh dunia studi hukum dinamakan “Encyclopaedia
Hukum”, yaitu mata kuliah dasar yang merupakan pengantar (introduction atau
inleiding) dalam mempelajari ilmu hukum. Dapat pula dikatakan bahwa PIH
merupakan dasar untuk pelajaran lebih lanjut dalam studi hukum yang mempelajari
pengertian-pengertian dasar, gambaran dasar tentang sendi-sendi utama ilmu
hukum.
Subyek Hukum ialah
segala sesuatu yang pada dasarnya memiliki hak dan kewajiban dalam lalu lintas
hukum. Yang termasuk dalam pengertian Subyek Hukum ialah manusia atau orang
(naturlijke person) dan badan hukum (recht person) misalnya PT, PN, Koperasi
dan yang lain. Dulu masih ada budak belian yang menurut hukum tidak lebih dari
suatu barang saja. Budaya kita sekarang sudah demikian majunya sehingga suatu
perikatan pekerjaan yang dapat dipaksakan tidak diperkenankan lagi di dalam
lalu lintas hukum. Subjek Hukum itu sendiri adalah :
Manusia dan juga badan hokum.
Objek hukum ialah segala sesuatu yang menjadi
sasaran pengaturan hukum dimana segala hak dan kewajiban serta kekuasan subjek
hukum berkaitan di dalamnya (biasa disebut dengan benda). Misalkan benda-benda
ekonomi, yaitu benda-benda yang untuk dapat diperoleh manusia memerlukan
“pengorbanan” dahulu sebelumnya.
B.
Saran
Saran
yang dapat kami sampaikan adalah semoga dengan adanya makalah ini dapat
menambah minat Mahasiswa untuk makin membaca dan mempelajari lebih jauh tentang
Pengantar Ilmu Hukum. Selain itu semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan
dan wawasan kita tentang materi yang disampaikan. Serta bisa beranfaat bagi
kita semua terutama kami selaku penyusun makalah ini.
Daftar Pustaka
·
http://bowolampard8.blogspot.com/2012/01/subjek-dan-objek-hukum-dalam-hukum.html
·
http://galuhwardhani.wordpress.com/2010/03/08/makalah-bab-ii-materi-subyek-dan-obyek-hukum/
·
http://farkhani76.staff.stainsalatiga.ac.id/bahan-kuliah/pengantar-ilmu-hukum/
·
http://egistiansilvan.blogspot.com/2013/07/resume-buku-pengantar-ilmu-hukum-karya.html
[1] http://farkhani76.staff.stainsalatiga.ac.id/bahan-kuliah/pengantar-ilmu-hukum/
[2]
http://farkhani76.staff.stainsalatiga.ac.id/bahan-kuliah/pengantar-ilmu-hukum/
[3]
http://bowolampard8.blogspot.com/2012/01/subjek-dan-objek-hukum-dalam-hukum.html
[4]
http://galuhwardhani.wordpress.com/2010/03/08/makalah-bab-ii-materi-subyek-dan-obyek-hukum/
[5]
http://egistiansilvan.blogspot.com/2013/07/resume-buku-pengantar-ilmu-hukum-karya.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar