Senin, 07 Oktober 2013

Pengantar Ilmu Hukum

BAB I
PENDAHULUAN

A.   Latar Belakang

Seiring dengan berjalannya waktu dan perkembangan zaman, kebudayaan manusia mengalami perkembangan pula. Termasuk perkembangan Hukum. Peradaban yang semakin berkembang membuat kehidupan manusia sangat membutuhkan aturan yang dapat membatasi prilaku manusia sendiri yang telah banyak menyimpang seiring dengan perkembangan pemikiran manusia yang semakin maju.

Aturan atau hukum tersebut mengalami perubahan dan terus mengalami perubahan yang disesuaikan dengan kemajuan zaman. Untuk itu, suatu negara hukum sangat perlu mengadakan pembangunan terutama di bidang hukum. Mengenai pembangunan hukum ini tidaklah mudah dilakukan. Hal ini disebabkan pembangunan hukum tersebut tidak boleh bertentangan dengan tertib hukum yang lain.

Demikin untuk mempermudah kita dalam memahami hukum yang satu dengan hukum yang lainnya, maka patutlah kita mempelajari Pengantar Ilmu Hukum segai pintu segalah hukum. Yang terjadi pada masa lampau sampai sekarang dari segalah bidang Hukum itu sendiri.[1]


B.   Rumusan Masalah

Rumusan masalah dalam makalah ini antara lain adalah :
a.       Pengertian Pengantar Ilmu Hukum
b.      Subjek hokum ( Pelaku Hukum )
c.       Kedudukan Pelaku Hukum
d.      Objek Hukum

BAB II
PEMBAHASAN

A.   Pengertian Pengantar Illmu Hukum

Pengantar Ilmu Hukum (PIH) kerap kali oleh dunia studi hukum dinamakan “Encyclopaedia Hukum”, yaitu mata kuliah dasar yang merupakan pengantar (introduction atau inleiding) dalam mempelajari ilmu hukum. Dapat pula dikatakan bahwa PIH merupakan dasar untuk pelajaran lebih lanjut dalam studi hukum yang mempelajari pengertian-pengertian dasar, gambaran dasar tentang sendi-sendi utama ilmu hukum.

Salah satu tujuan pembelajaran ilmu hukum adalah untuk memperoleh pengetahuan tenntang segala hal dan semua konstelasi (seluk-beluk) dan keberadaan hukum dan segala yang melingkupinya yang begitu luas. Ada perbedaan dan hubungan antara PIH dengan Pengantar

Hukum Indonesia (PHI) adalah sebagai berikut :
1.      Memiliki objek kajian yang berbeda.
2.      PIH adalah dasar bagi setiap orang yang akan mempelajari hukum secara luas, sedangkan PHI berfungsi untuk mengantarkan setiap orang yang akan mempelajari hukum yang sedang berlaku atau hukum positif Indonesia.

Tapi keduanya memiliki hubungan erat, hubungan erat itu dapat mengantarkan sesorang yang akan mempelajari pada suatu kesimpulan, bahwa PIH menelaah hukum secara luas dan komprehensif tetapi PHI secara khusus. Adapun hubungan antara PIH dengan PHI dapat pada dua hal, sebagai berikut :
1.      Merupakan mata kuliah dasar.
2.      PIH merupakan dasar pembelajaran PHI.

M.H. Tirtaamidjata, S.H., bahwa hukum adalah semua aturan (norma) yang harus dituruti dalam tingkah laku tindakan-tindakan dalam pergaulan hidup dengan ancaman mesti mengganti kerugian jika melanggar aturan-aturan itu akan membahayakan diri sendiri atau harta, umpamanya orang akan kehilangan kemerdekaannya, didenda dan sebagainya.
Dr. Soejono Dirdjosisworo, S.H. menyebutkan aneka arti hukum yang meliputi: (1) hukum dalam arti ketentuan penguasa (undang-udang, keputusan hakim dan sebagainya), (2) hukum dalam arti petugas-petugas-nya (penegak hukum), (3) hukum dalam arti sikap tindak, (4) hukum dalam arti sistem kaidah, (5) hukum dalam arti jalinan nilai (tujuan hukum), (6) hukum dalam arti tata hukum, (7) hukum dalam arti ilmu hukum, (8) hukum dalam arti disiplin hukum.

B.   Subjek Hukum ( Pelaku Hukum )

Subyek Hukum ialah segala sesuatu yang pada dasarnya memiliki hak dan kewajiban dalam lalu lintas hukum. Yang termasuk dalam pengertian Subyek Hukum ialah manusia atau orang (naturlijke person) dan badan hukum (recht person) misalnya PT, PN, Koperasi dan yang lain. Dulu masih ada budak belian yang menurut hukum tidak lebih dari suatu barang saja. Budaya kita sekarang sudah demikian majunya sehingga suatu perikatan pekerjaan yang dapat dipaksakan tidak diperkenankan lagi di dalam lalu lintas hukum.

Seseorang yang tidak suka melakukan suatu pekerjaan yang ia harus lakukan menurut penjanjian, tidak dapat secara langsung dipaksa untuk melakukan pekerjaan itu. Paling tidak ia hanya dihukum untuk membayar kerugian dalam bentuk uang, ataupun harta bendanya, dapat disita sebagai tanggungan atas kewajibannya. Karena hal ini sudah merupakan suatu azas dalam Hukum Perdata.

Perihal kematian perdata yang bunyinya : jo UUDS th 1950 pasal 15. Tiada suatu hukuman pun mengakibatkan kematian perdata atau kehilangan segala hak-hak kewargaan.
Hanyalah mungkin seseorang terhukum dicabut hak-haknya, contohnya kekuasaannya sebagai orang tua terhadap anak-anaknya, kekuasaannya sebagai wali, haknya untuk bekerja pada angkatan bersenjata dan sebagainya. Suatu hukuman yang mirip dengan kematian perdata ialah sandera (Gijzeling) yaiitu penahanan yang dikenakan terhadap seorang debitur (berhutang) yang lalai atau yang sengaja tidak mau memenuhi kewajibannya membayar hutangnya atau terhadap seseorang yang diduga keras akan mengasingkan barang-barang yang menjadi tanggungan / jaminan atas hutangnya.[2]

Mengenai sandera ini Undang-Undang bersikap banci, yaitu ada peraturan Undang- Undang yang membenarkan sandera seperti dapat kita lihat dalam pasal 209 ayat 1 RIB/I-HR dan Undang-Undang no 49/1960 (PUPN boleh melakukan sandera terhadap orang yang tidak mau membayar kembali hutangnya kepada negara). Sedangkan Undang-Undang yang lainnya tidak membenarkan sandera seperti SEMA no 2/1964 (tentang penghapusan sandera) dan Undang-Undang pokok kekuasaan kehakiman no 14 tahun 1970 (Hakim harus mengindahkan perikemanusiaan dan perikeadilan dalam menjalankan keputusannya, pasal 33 ayat 4).

Juga orang yang dinyatakan pailit oleh pengadilan, ia kehilangan hak untuk berbuat bebas atas barang-barangnya yang diletakkan di bawah pengawasan pengadilan, barang- barang mana menjadi tanggungan hutang-hutangnya. Seorang yang dinyatakan pailit kehilangan hak untuk berbuat bebas atas harta kekayaannya. Ini berani ia tidak dibenarkan untuk mengasingkan (menjual, menukarkan, menghibahkan atau mewariskan harta kekayaannya).

Berlakunya seseorang sebagai subyek hukum (pembawa hak) yaitu pada saat ia dilahirkan dan berakhir pada saat orang tersebut meninggal. Bahkan bila perlu demi untuk kepentingannya sebagai subyek hukum (pembawa hak) dapat dihitung Surut yaitu dimulai waktu masih berada dalam kandungan, akan tetapi pada saat dilahirkan orang tersebut dalam keadaan hidup. Hal ini tentunya akan merupakan tanda tanya, mengapa ini penting untuk dibicarakan. Adapun kegunaarmya yaitu sehubungan dengan perihal warisan yang terbuka ketika seseorang tersebut masih berada dalam kandungan ibunya.

Perihal tiap-tiap orang dapat memiliki hak-hak menurut hukum tanpa kecuali, hal ini adalah benar, namun di dalam hukum tidak semua orang diperkenankan untuk bertindak sendiri melaksanakan hak-haknya tersebut. Ada beberapa golongan yang oleh Undang-Undang telah dinyatakan tidak cakap atau kurang cukup untuk melakukan sendiri perbuatan perbuatan hukum itu. Mereka itu adalah :

1.         Orang-orang yang belum dewasa atau masih di bawah umur.
Oleh KUHP (BW) yang dimaksud orang yang belum dewasa (masih di bawah Umur) ialah apabila seseorang belum mencapai 21 tahun. Keeuali bagi seseorang yang walaupun belum berusia 21 tahun tapi telah kawin (menikah) maka ia dianggap dewasa dan dapat melakukan sendiri perbuatan hukum itu. Hanya dengan catatan apabila sebelum berusia 21 tahun ia bercerai, maka ia dianggap sebagai orang yang masih di bawah umur lagi.

Dan bagi wanita yang telah menikah, menurut KUHP (BW) pada umumnya tidak diperkenankan bertindak sendiri di dalam lalu lintas hukum, tetapi ia harus dibantu oleh suaminya.Dan oleh BW, wanita bersuami ini dianggap kurang cakap untuk bertindak sendiri dalam hukum. Di samping itu ada beberapa pasal dalam KUHP (BW) yang memperbedakan antara kecakapan orang lelaki dan wanita.
a)      Wanita dapat kawin jika ia telah berusia 15 tahun dan pria 18 tahun.
b)      Wanita tidak diperbolehkan kawin sebelum lewat 300 hari setelah perkawinannya diputuskan, sedang untuk pria tidak ada larangan.
c)      Seorang pria baru dapat mengakui anaknya bila ia telah berusia paling minim 19 tahun sedang wanita tidak ada batasan usia.
2.      Orang-orang yung ditaruh di bawah pengawasan (Curatele) yang selalu harus diwakili oleh orang tuanya, walinya, atau kuratornya.

Di atas telah disebutkan bahwa disamping orang sebagai subyek hukum (pembawa hak), badan-badan hukum juga dapat memiliki hak-hak dan dapat melakukan perbuatan-perbuatan hukum seperti manusia. Karena badan-badan hukum dan perkumpulan-perkumpulan itu mempunyai kekayaan sendiri. Dan ikut sertanya badan hukum dan perkumpulan itu yaitu melalui perantara pengurusnya.

Berarti badan-badan hukum dan perkumpulan itu dapat digugat dan menggugat dimuka hakim melalui tersebut. Mengenai (tempat tinggal), setiap orang akan menurut hukum harus mémilikinya sebagai tempat kedudukan tertentu.
Hal ini perlu, antara lain:
a)      Bila seseorang akan kawin (menikah), tempat tinggal (domisilinya) jelas.
b)      Begitu juga bila seseorang dipanggil di pengadilan oleh suatu urusan.
c)      Dan untuk menentukan pengadilan mana yang berkuasa mengadili seseorang sesuai dengan ternpat tinggalnya. Misalnya si A bextempat tinggal di Jakaxta Pusat, maka , yang berhak mengadili adalah Pengadilan Jakarta Pusat.[3]

C.   Kedudukan Subjek Hukum (Pelaku Hukum)

1.      Manusia (natuurlijke persoon)

Manusia sebagai subyek hukum berarti manusia adalah pembawa hak dan kewajiban sehingga dapat melakukan sesuatu tindakan hukum; ia dapat mengadakan persetujuan-persetujuan, menikah, membuat wasiat, dan sebagainya. Berlakunya manusia sebagai pembawa hak, mulai dari saat ia dilahirkan dan berakhir pada saat ia meningal dunia, malah seorang anak yang masih dalam kandungan ibunya dapat dianggap sebagai pembawa hak (dianggap telah lahir) jika kepentingannya memerlukan (untuk menjadi ahli waris).

Jadi pada hakikatnya setiap manusia sejak ia lahir mempeoleh hak dan kewajiban. Apabila ia meninggal dunia maka hak dan kewajibannya akan beralih kepada ahli warisnya. Bahkan oleh hukum anak yang ada dalam kandungan seorang perempuanpun sudah mempunyai hak, karena dianggap telah dilahirkan dengan catatan jika kepentingannya menghendaki (hak waris). Hal diatur dalam pasal 2 ayat 1 KUHPerdata berbunyi “anak yg ada dalam kandungan seorang perempuan, dianggap sebagai telah dilahirkan, bilaman juga kepentingan si anak menghendakinya”. Pada ayat 2 berbunyi “mati sewaktu dilahirkan dianggap ia tak pernah ada”.

Ketentuan ini menegaskan bahwa hak dan kewajiban si anak baru dianggap ada jika ia dilahirkan hidup, apabila ia dilahirkan mati maka haknya dianggap tidak ada, misalnya kepentingan si anak untuk menjadi ahli waris dari orang tuanya, walaupun ia masih berada dalam kandungan ia dianggap telah dilahirkan dan oleh karena itu harus diperhitungkan hak-haknya sebagai ahli waris. Tetapi jika ia dilahirkan mati maka hak si anak dianggap tidak pernah ada.

2.      Badan Hukum (Rechtspersoon)

Badan hukum adalah bukan orang tapi merupakan badan-badan (kumpulan manusia) yang oleh hukum diberi status  “persoon” yang mempunyai hak dan kewajiban seperti manusia. Badan hukum sebagai pembawa hak dan tidak berjiwa dapat melakukan sebagai pembawa hak manusia, misalnya; dapat melakukan persetujuan-persetujuan, memiliki kekayaan yang sama sekali terlepas dari kekayaan anggota-anggotanya.

Badan hukum dapat dibagi menjadi :
a.       Badan hukum publik yaitu badan hukum yang didirikan oleh pemerintah/negara yang lapangan pekerjaannya adalah untuk kepentingan umum, misalnya negara RI, daerah tingkat I, II/kotamadya, Bank-Bank Negara dan sebagainya.
b.      Badan hukum privat, yaitu badan hukum yang bentuk dan susunannya diatur oleh hukum privat dan menurut tujuannya yang dikejar dapat dibeda-bedakan dalam :
1). Perikatan dengan tujuan materiil (perkumpulan, mesjid, gereja)
2). Perikatan dengan tujuan memperoleh laba (PT)
3). Perikatan dengan tujuan memenuhi kebutuhan materil para anggotanya (Koperasi)

Disamping penggolongan tersebut dapat pula dibagi-bagi badan hukum itu menjadi 2 jenis yaitu :
a.       Korporasi ialah suatu gabungan orang yang dalam pergaulan hukum bertindak bersama-sama sebagai satu subyek hukum tersendiri (personifikasi), misalnya PT, Dati-Dati, Koperasi dan sebagainya.
b.      Yayasan ialah tiap kekayaan yang tidak merupakan kekayaan orang atau kekayaan badan dan yang diberi tujuan tertentu, misalnya Yayasan Badan Wakaf UII dan sebagainya.[4]

D.   Obyek Hukum

Objek hukum ialah segala sesuatu yang menjadi sasaran pengaturan hukum dimana segala hak dan kewajiban serta kekuasan subjek hukum berkaitan di dalamnya (biasa disebut dengan benda). Misalkan benda-benda ekonomi, yaitu benda-benda yang untuk dapat diperoleh manusia memerlukan “pengorbanan” dahulu sebelumnya.

Obyek hukum menurut pasal 499 KUH Perdata, yakni benda. Benda adalah segala sesuatu yang berguna bagi subyek hukum atau segala sesuatu yang menjadi pokok permasalahan dan kepentingan bagi para subyek hukum atau segala sesuatu yang dapat menjadi obyek hak milik.

1.      Jenis Obyek Hukum
Kemudian berdasarkan pasal 503-504 KUH Perdata disebutkan bahwa benda dapat dibagi menjadi 2, yakni benda yang bersifat kebendaan (Materiekegoderen), dan benda yang bersifat tidak kebendaan (Immateriekegoderan).

a)      Benda yang bersifat kebendaan (Materiekegoderen)
Benda yang bersifat kebendaan (Materiekegoderen) adalah suatu benda yang sifatnya dapat dilihat, diraba, dirasakan dengan panca indera, terdiri dari benda berubah / berwujud, meliputi :
  1. Benda bergerak / tidak tetap, berupa benda yang dapat dihabiskan dan benda yang tidak dapat dihabiskan.
Dibedakan menjadi sebagai berikut :
Ø  Benda bergerak karena sifatnya, menurut pasal 509 KUH Perdata adalah benda yang dapat dipindahkan, misalnya meja, kursi, dan yang dapat berpindah sendiri contohnya ternak.
Ø  Benda bergerak karena ketentuan undang-undang, menurut pasal 511 KUH Perdata adalah hak-hak atas benda bergerak, misalnya hak memungut hasil (Uruchtgebruik) atas benda-benda bergerak, hak pakai (Gebruik) atas benda bergerak, dan saham-saham perseroan terbatas.

2.      Benda tidak bergerak
Benda tidak bergerak dapat dibedakan menjadi sebagai berikut :
Ø  Benda tidak bergerak karena sifatnya, yakni tanah dan segala sesuatu yang melekat diatasnya, misalnya pohon, tumbuh-tumbuhan, area, dan patung.
Ø  Benda tidak bergerak karena tujuannya yakni mesin alat-alat yang dipakai dalam pabrik. Mesin senebar benda bergerak, tetapi yang oleh pemakainya dihubungkan atau dikaitkan pada bergerak yang merupakan benda pokok.
Ø  Benda tidak bergerak karena ketentuan undang-undang, ini berwujud hak-hak atas benda-benda yang tidak bergerak misalnya hak memungut hasil atas benda yang tidak dapat bergerak, hak pakai atas benda tidak bergerak dan hipotik.

Dengan demikian, membedakan benda bergerak dan tidak bergerak ini penting, artinya karena berhubungan dengan 4 hal yakni :
a.    Pemilikan (Bezit). Pemilikan (Bezit) yakni dalam hal benda bergerak berlaku azas yang tercantum dalam pasal 1977 KUH Perdata, yaitu berzitter dari barang bergerak adalah pemilik (eigenaar) dari barang tersebut. Sedangkan untuk barang tidak bergerak tidak demikian halnya.
b.   Penyerahan (Levering). Penyerahan (Levering) yakni terhadap benda bergerak dapat dilakukan penyerahan secara nyata (hand by hand) atau dari tangan ke tangan, sedangkan untuk benda tidak bergerak dilakukan balik nama.
c.    Daluwarsa (Verjaring). Daluwarsa (Verjaring) yakni untuk benda-benda bergerak tidak mengenal daluwarsa, sebab bezit di sini sama dengan pemilikan (eigendom) atas benda bergerak tersebut sedangkan untuk benda-benda tidak bergerak mengenal adanya daluwarsa.
d.   Pembebanan (Bezwaring) Pembebanan (Bezwaring) yakni tehadap benda bergerak dilakukan pand (gadai, fidusia) sedangkan untuk benda tidak bergerak dengan hipotik adalah hak tanggungan untuk tanah serta benda-benda selain tanah digunakan fidusia.

b)      Benda yang bersifat tidak kebendaan (Immateriekegoderen)
Benda yang bersifat tidak kebendaan (Immateriegoderen) adalah suatu benda yang dirasakan oleh panca indera saja (tidak dapat dilihat) dan kemudian dapat direalisasikan menjadi suatu kenyataan, contohnya merk perusahaan, paten, dan ciptaan musik / lagu.[5]











BAB III
PENUTUP

A.   Kesimpulan

Pengantar Ilmu Hukum (PIH) kerap kali oleh dunia studi hukum dinamakan “Encyclopaedia Hukum”, yaitu mata kuliah dasar yang merupakan pengantar (introduction atau inleiding) dalam mempelajari ilmu hukum. Dapat pula dikatakan bahwa PIH merupakan dasar untuk pelajaran lebih lanjut dalam studi hukum yang mempelajari pengertian-pengertian dasar, gambaran dasar tentang sendi-sendi utama ilmu hukum.

Subyek Hukum ialah segala sesuatu yang pada dasarnya memiliki hak dan kewajiban dalam lalu lintas hukum. Yang termasuk dalam pengertian Subyek Hukum ialah manusia atau orang (naturlijke person) dan badan hukum (recht person) misalnya PT, PN, Koperasi dan yang lain. Dulu masih ada budak belian yang menurut hukum tidak lebih dari suatu barang saja. Budaya kita sekarang sudah demikian majunya sehingga suatu perikatan pekerjaan yang dapat dipaksakan tidak diperkenankan lagi di dalam lalu lintas hukum. Subjek Hukum itu sendiri adalah : Manusia dan juga badan hokum.

Objek hukum ialah segala sesuatu yang menjadi sasaran pengaturan hukum dimana segala hak dan kewajiban serta kekuasan subjek hukum berkaitan di dalamnya (biasa disebut dengan benda). Misalkan benda-benda ekonomi, yaitu benda-benda yang untuk dapat diperoleh manusia memerlukan “pengorbanan” dahulu sebelumnya.


B.   Saran

Saran yang dapat kami sampaikan adalah semoga dengan adanya makalah ini dapat menambah minat Mahasiswa untuk makin membaca dan mempelajari lebih jauh tentang Pengantar Ilmu Hukum. Selain itu semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan wawasan kita tentang materi yang disampaikan. Serta bisa beranfaat bagi kita semua terutama kami selaku penyusun makalah ini.

Daftar Pustaka


·         http://bowolampard8.blogspot.com/2012/01/subjek-dan-objek-hukum-dalam-hukum.html

·         http://galuhwardhani.wordpress.com/2010/03/08/makalah-bab-ii-materi-subyek-dan-obyek-hukum/

·         http://farkhani76.staff.stainsalatiga.ac.id/bahan-kuliah/pengantar-ilmu-hukum/

·         http://egistiansilvan.blogspot.com/2013/07/resume-buku-pengantar-ilmu-hukum-karya.html


[1] http://farkhani76.staff.stainsalatiga.ac.id/bahan-kuliah/pengantar-ilmu-hukum/
[2] http://farkhani76.staff.stainsalatiga.ac.id/bahan-kuliah/pengantar-ilmu-hukum/
[3] http://bowolampard8.blogspot.com/2012/01/subjek-dan-objek-hukum-dalam-hukum.html
[4] http://galuhwardhani.wordpress.com/2010/03/08/makalah-bab-ii-materi-subyek-dan-obyek-hukum/
[5] http://egistiansilvan.blogspot.com/2013/07/resume-buku-pengantar-ilmu-hukum-karya.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar