BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang Masalah
Penilaian
adalah upaya atau tindakan untuk mengetahui sejauh mana tujuan yang telah
ditetapkan itu tercapai atau tidak. Dengan kata lain, penilaian berfungsi
sebagai alat untuk mengtahui keberhasilan proses dan hasil belajar siswa. Dalam
sistem pendidikan nasional rumusan tujuan pendidikan, baik tujuan kurikuler
maupun tujuan instruksional, menggunakan klasifikasi hasil belajar dari
Benyamin Bloom yang secara garis besar membaginya menjadi tiga ranah, yakni
ranah kognitif, ranah afektif, dan ranah psikomotorik.
Salah
satu prinsip dasar yang harus senantiasa diperhatikan dan dipegangi dalam
rangka evaluasi hasil belajar adalah prinsip kebulatan, dengan prinsip
evaluator dalam melaksanakan evaluasi hasil belajar dituntut untuk mengevaluasi
secara menyeluruh terhadap peserta didik, baik dari segi pemahamannya terhadap
materi atau bahan pelajaran yang telah diberikan (aspek kognitif), maupun dari
segi penghayatan (aspek afektif), dan pengamalannya (aspek psikomotor).
B.
RUMUSAN
MASALAH
a. Bagaimana
ranah pengukuran kognitif itu?
b. Bagaimana
ranah pengukuran afektif itu?
c. Bagaimana
ranah pemikiran psikomotorik itu?
C.
Tujuan
masalah
Pengukuran
dalam sekolah berkaitan hanya dengan pecandraan (deskripsi) kuantitatif
mengenai tingkah laku siswa. Pengukuran tidak melibatkan pertimbangan mengenai
baiknya atau nilai tingkah laku yang diukur itu. Seperti halnya tes, pengukuran
pun tidak menentukan siapa yang lulus dan siapa yang tidak lulus. Pengukuran
hanya membuahkan data kuantitatif mengenai hal yang diukur. Dalam sistem
pendidikan nasional rumusan tujuan pendidikan, baik tujuan kurikuler maupun
tujuan intruksional, menggunakan klasifikasi hasil belajar dari benyamin bloom
yang membaginya menjadi 3 ranah pengukuran yakni ranah kognitif, ranah afektif,
dan ranah psikokomotorik
BAB II
PEMBAHHASAN
A.
Ranah
Pengukuran Kognitif
Ranah
kognitif adalah ranah yang mencakup kegiatan mental (otak). Menurut Bloom,
segala upaya yang menyangkut aktivitas otak adalah termasuk dalam ranah
kognitif. Ranah kognitif berhubungan dengan kemampuan berfikir, termasuk
didalamnya kemampuan menghafal, memahami, mengaplikasi, menganalisis, mensintesis,
dan kemampuan mengevaluasi. Dalam ranah kognitif
itu terdapat enam aspek atau jenjang proses berfikir, mulai dari jenjang
terendah sampai dengan jenjang yang paling tinggi. Keenam jenjang atau aspek
yang dimaksud adalah:
1. Pengetahuan/hafalan/ingatan
(knowledge)
Adalah
kemampuan seseorang untuk mengingat-ingat kembali (recall) atau
mengenali kembali tentang nama, istilah, ide, rumus-rumus, dan sebagainya,
tanpa mengharapkan kemampuan untuk menggunkannya. Pengetahuan atau ingatan
adalah merupakan proses berfikir yang paling rendah.
Salah
satu contoh hasil belajar kognitif pada jenjang pengetahuan adalah dapat
menghafal surat al-‘Ashar, menerjemahkan dan menuliskannya secara baik dan
benar, sebagai salah satu materi pelajaran kedisiplinan yang diberikan oleh
guru Pendidikan Agama Islam di sekolah.
2. Pemahaman
(comprehension)
Adalah
kemampuan seseorang untuk mengerti atau memahami sesuatu setelah sesuatu itu
diketahui dan diingat. Dengan kata lain, memahami adalah mengetahui tentang
sesuatu dan dapat melihatnya dari berbagai segi. Seseorang peserta didik
dikatakan memahami sesuatu apabila ia dapat memberikan penjelasan atau memberi
uraian yang lebih rinci tentang hal itu dengan menggunakan kata-katanya
sendiri. Pemahaman merupakan jenjang kemampuan berfikir yang setingkat lebih
tinggi dari ingatan atau hafalan.
Salah
satu contoh hasil belajar ranah kognitif pada jenjang pemahaman ini misalnya:
Peserta didik atas pertanyaan Guru Pendidikan Agama Islam dapat menguraikan
tentang makna kedisiplinan yang terkandung dalam surat al-‘Ashar secara lancar
dan jelas.
3. Penerapan
(application)
Adalah
kesanggupan seseorang untuk menerapkan atau menggunakan ide-ide umum, tata cara
ataupun metode-metode, prinsip-prinsip, rumus-rumus, teori-teori dan
sebagainya, dalam situasi yang baru dan kongkret. Penerapan ini adalah
merupakan proses berfikir setingkat lebih tinggi ketimbang pemahaman.
Salah
satu contoh hasil belajar kognitif jenjang penerapan misalnya: Peserta didik
mampu memikirkan tentang penerapan konsep kedisiplinan yang diajarkan Islam
dalam kehidupan sehari-hari baik dilingkungan keluarga, sekolah, maupun
masyarakat.
4. Analisis
(analysis)
Adalah
kemampuan seseorang untuk merinci atau menguraikan suatu bahan atau keadaan
menurut bagian-bagian yang lebih kecil dan mampu memahami hubungan di antara
bagian-bagian atau faktor-faktor yang satu dengan faktor-faktor lainnya.
Jenjang analisis adalah setingkat lebih tinggi ketimbang jenjang aplikasi.
Contoh:
Peserta didik dapat merenung dan memikirkan dengan baik tentang wujud nyata
dari kedisiplinan seorang siswa di rumah, di sekolah, dan dalam kehidupan
sehari-hari di tengah-tengah masyarakat, sebagai bagian dari ajaran Islam.
5. Sintesis
(syntesis)
Adalah
kemampuan berfikir yang merupakan kebalikan dari proses berfikir analisis.
Sisntesis merupakan suatu proses yang memadukan bagian-bagian atau unsur-unsur
secara logis, sehingga menjelma menjadi suatu pola yang yang berstruktur atau
bebrbentuk pola baru. Jenjang sintesis kedudukannya setingkat lebih tinggi
daripada jenjang analisis. Salah satu jasil belajar kognitif dari jenjang
sintesis ini adalah: peserta didik dapat menulis karangan tentang pentingnya
kedisiplinan sebagiamana telah diajarkan oleh islam.
6. Penilaian/penghargaan/evaluasi
(evaluation)
Adalah
merupakan jenjang berpikir paling tinggi dalam ranah kognitif dalam taksonomi
Bloom. Penilian/evaluasi disini merupakan kemampuan seseorang untuk membuat
pertimbangan terhadap suatu kondisi, nilai atau ide, misalkan jika seseorang
dihadapkan pada beberapa pilihan maka ia akan mampu memilih satu pilihan yang
terbaik sesuai dengan patokan-patokan atau kriteria yang ada.
Salah
satu contoh hasil belajar kognitif jenjang evaluasi adalah: peserta didik mampu
menimbang-nimbang tentang manfaat yang dapat dipetik oleh seseorang yang
berlaku disiplin dan dapat menunjukkan mudharat atau akibat-akibat negatif yang
akan menimpa seseorang yang bersifat malas atau tidak disiplin, sehingga pada
akhirnya sampai pada kesimpulan penilaian, bahwa kwdisiplinan merupakan
perintah Allah SWT yang waji dilaksanakan dalam sehari-hari.
B.
Pengukuran
Ranah Afektif
Hingga
dewasa ini, ranah afektif merupakan kawasan pendidikan yang masih sulit untuk
digarap secara operasional. David Krathwohl beserta para koleganya yang adalah
para pakar dengan reputasi akademik memadai pun mengeluh betapa sulit
mengembangkan kawasan afektif terutama jika dibandingkan dengan kawasan
kognitif. Kawasan afektif seringkali tumpang tindih dengan kawasan kognitif dan
psikomotorik. Teoretik kita bisa membedakannya, praktiknya tidak demikian.
Afek
merupakan karakteristik atau unsur afektif yang diukur, ia bisa berupa minat,
sikap, motivasi, konsep diri, nilai, apresiasi, dan sebagainya. Kita hanya
dapat “memotretnya” melalui perilaku wujud, apakah perkataan atau perbuatan.
Kemunculan perilaku ini bisa menunjukkan 3 kecenderungan atau “arah” (Anderson,
1981): positif, netral, atau negatif. Selain memiliki arah, afek juga memiliki
“intensitas”, artinya perilaku yang dinyatakan dalam tujuan atau kompetensi
afektif haruslah yang mempunyai kemungkinan tinggi (high probability behavior).
Pengukuran afek harus pula menyediakan pernyataan “kondisi” dalam kompetensi
atau tujuannya, yang menunjukkan terjadinya perilaku yaitu berupa sejumlah
preferensi atau pilihan yang disediakan bagi siswa. Siswa bebas memilih. Juga
mengandung pernyataan “kriteria”, apakah kriteria yang terkait dengan jumlah
subjek atau jumlah kegiatan/perilaku.
Struktur
ranah afektif sebagaimana dikembangkan Krathwohl et al (1964) cukup rumit.
Artinya struktur afektif ini unsur-unsurnya cukup kompleks. Tidak semua
karakteristik afektif harus dievaluasi di sekolah. Beberapa karakteristik
afektif yang perlu diperhatikan (diukur dan dinilai) terkait dengan mata
pelajaran PAI di sekolah adalah sikap, minat, konsep diri, dan nilai
(Dikdasmen, 2003). Sikap berhubungan dengan intensitas perasaan positif atau
negatif terhadap suatu objek psikologik (misal kegiatan pembelajaran, atau mata
pelajaran). Minat berhubungan dengan keingintahuan seseorang tentang keadaan
suatu objek psikologik, atau pilihan terhadap suatu kegiatan. Konsep diri
berhubungan dengan pernyataan sendiri tentang keadaan diri sendiri, tentang
kemampuan diri terkait objek psikologiknya. Nilai berhubungan dengan keyakinan
seseorang tentang keadaan suatu objek atau kegiatan. Teknik pengukuran afektif
dapat dilakukan dengan berbagai ragam misal:
1.
Skala bertingkat (rating scale; suatu
nilai yang berbentuk angka terhadap suatu hasil pertimbangan).
2.
Angket (questionaire; sebuah daftar
pertanyaan yang harus diisi oleh siswa).
3.
Swalapor (berupa sejumlah pernyataan
yang menggambarkan respon diri terhadap sesuatu).
4.
Wawancara (interview; tanya jawab atau
dialog untuk menggali informasi terkait dengan afek tertentu).
5.
Inventori bisa disebut juga sebagai
interviu tertulis. Dilihat dari banyaknya jajaran kalimat yang isinya hanya
perlu di dijawab dengan tanda check, inventori dapat disebut checklist
(menandai), daftar atau inventarisasi pribadi, dan lain-lain alat atau teknik
nontes.
Secara
rinci, dalam buku Kurikulum 2004 SMA Pedoman Khusus Pengembangan Silabus dan
Penilaian Mata Pelajaran PAI (2003) dijelaskan, terdapat 8 langkah dalam
membuat instrumen sikap dan minat:
1.
Memilih ranah (karakteristik) afektif yang
akan dinilai, misal minat siswa terhadap mata pelajaran PAI.
2.
Menentukan indikator, misal indikator
minat siswa terhadap mapel PAI meliputi kehadiran di kelas, banyak bertanya,
mengumpulkan tugas tepat waktu.
3.
Memilih tipe skala yang digunakan
(metode dan tingkat skala pengukuran).
4.
Menelaah instrumen dengan teman sejawat
(validasi, judgment).
5.
Memperbaiki instrumen.
6.
Menyiapkan inventori laporan diri.
7.
Menentukan skor inventori.
8.
Membuat hasil analisis inventori.
C.
Pengukuran
Ranah Psikomotorik
Istilah psychomotor, psikomotor
terkait dengan kata motor, sensory-motor, atau perceptual-motor. Ranah
psikomotor erat kaitannya dengan kerja otot yang menjadi penggerak tubuh dan
bagian-bagiannya, mulai dari gerak yang paling sederhana seperti
gerakan-gerakan dalam shalat sampai dengan gerakan-gerakan yang kompleks
seperti gerakan-gerakan dalam praktik manasik ibadah haji. Ada beda makna
antara skills (keterampilan) dan abilities (kemampuan). Keterampilan lebih
terkait dengan psikomotor, sedangkan kemampuan terkait dengan kognitif.
Pengukuran
karakteristik (gerak) dalam ranah psikomotor dilakukan terhadap proses maupun
hasil belajar yang berupa tampilan perilaku atau kinerja. Dalam hal ini kita
bisa menggunakan kriteria atau prinsip-prinsip : kecermatan, inderawi, kreatif,
efektif. Menurut Antony J. Nitko (1994) untuk mengukur gerak motorik ada dua
pendekatan:
(1) Pengamatan
dan pengukuran pada saat proses berlangsung;
(2) Pengamatan
dan pengukuran pada hasil dari gerakan motorik. Pendekatan pengukuran proses
memerlukan kecermatan dan konsentrasi serta waktu yang relatif lama. Sementara
pengukuran dengan pendekatan hasil relatif lebih mudah mengamatinya. Pengukuran
karakteristik psikomotor yang baik adalah menggunakan dua pendekatan tersebut.
Pengukuran
karakteristik psikomotor dapat menggunakan beraneka model instrumen, misal:
a. Checklist
(menandai).
b. Identification
Test (tes identifikasi)
c. Ranking
(urutan).
d. Numerical
Scales (skala angka).
BAB III
KESIMPULAN
A.
Rangkuman
Ranah
kognitif adalah ranah yang mencakup kegiatan mental (otak). Menurut Bloom,
segala upaya yang menyangkut aktivitas otak adalah termasuk dalam ranah
kognitif. Ranah kognitif berhubungan dengan kemampuan berfikir, termasuk
didalamnya kemampuan menghafal, memahami, mengaplikasi, menganalisis,
mensintesis, dan kemampuan mengevaluasi.
Afek
merupakan karakteristik atau unsur afektif yang diukur, ia bisa berupa minat,
sikap, motivasi, konsep diri, nilai, apresiasi, dan sebagainya. Kita hanya
dapat “memotretnya” melalui perilaku wujud, apakah perkataan atau perbuatan.
Ranah
psikomotor erat kaitannya dengan kerja otot yang menjadi penggerak tubuh dan
bagian-bagiannya, mulai dari gerak yang paling sederhana seperti
gerakan-gerakan dalam shalat sampai dengan gerakan-gerakan yang kompleks
seperti gerakan-gerakan dalam praktik manasik ibadah haji. Ada beda makna
antara skills (keterampilan) dan abilities (kemampuan). Keterampilan lebih
terkait dengan psikomotor, sedangkan kemampuan terkait dengan kognitif. Hasil belajar ranah kognitif,
psikomotor, dan afektif tidak dijumlahkan, karena dimensi yang diukur berbeda.
Masing-masing dilaporkan sendiri-sendiri dan memiliki makna yang sama penting.
Ada peserta didik yang memiliki kemampuan kognitif tinggi, kemampuan psikomotor
cukup, dan memiliki minat belajar yang cukup. Namun ada peserta didik lain yang
memiliki kemampuan kognitif cukup, kemampuan psikomotor tinggi. Bila skor
kemampuan kedua peserta didik ini dijumlahkan, bisa terjadi skornya sama,
sehingga kemampuan kedua orang ini tampak sama walau sebenarnya karakteristik
kemampuan mereka berbeda. Selain itu, ada informasi penting yang hilang, yaitu
karakteristik spesifik kemampuan masing-masing individu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar